Cari Blog Ini

Kamis, 03 Maret 2016

Ijin Penangkaran Satwa

Di Pucuk pohon cemara
Burung kutilang bernyanyi
Bersiul-siul sambil bernyanyi
tralala .... lili ... lili ....lili

Itulah lyric lagu yang sering kita nyanyikan waktu masih kecil, dan memang benar saat itu saya ingat masih bisa melihat burung kepodang, burung prenjak, gelatik, tupai diatas pohon, luwak yang lari dikejar saat makan biji kopi dibelakang rumah, trenggiling bersembunyi di pematang sawah, musang masuk kandang ayam, suara burung gagak dan burung hantu yang menakutkan, tapi saat ini  entah hewan-hewan tersebut bersembunyi dimana, seolah semuanya senyap, hanya suara jangkrik yang kadang menemani.
saya sangat prihatin karena beberapa waktu lalu saat nonton salah satu stasiun TV swasta, ada berita penangkapan seorang oknum dokter hewan karena kasus jual beli satwa dilindungi.
Sangat disayangkan jika hanya karena hobi atau prestise seseorang dapat menghalalkan berbagai macam cara untuk memindahkan mereka dari alam ke kandang yang sempit dan tidak sesuai dengan habitat asalnya. Mirisnya, beberapa oknum penangkap satwa ini hanya menginginkan sebagian dari anggota tubuhnya saja, ada siripnya, gadingnya, karapasnya, atau bahkan untuk awetan saja. 
Sebenarnya saya pribadi lebih senang melihat satwa liar hidup di alam ketimbang di kandang ataupun kebun binatang, terlebih jika di kebun binatang dengan kondisi seadanya, kandang sempit, gersang, kotor, berbau.... duh kasihan. Padahal beberapa hewan liar yang pernah saya lihat di alam, sepertinya mereka nampak bebas dan tidak stress.
Saat bertemu mereka secara langsung di alam liar akan memberikan nuansa tersendiri di hati, melihat burung nuri bertengger di pucuk dahan, burung kakatua di pokok sagu beterbangan, merak hijau bersama anak-anaknya mencari makan di semak belukar, induk penyu bertelur di pantai saat malam hari, burung rangkok yang suaranya khas saat terbang dan banyak lagi keindahan yang bisa kita nikmati saat mereka tetap di alam.... sungguh luar biasa ... amazing.
Namun, dikarenakan beberapa status hewan ini semakin langka dan terancam kepunahan, beberapa pemerhati dan pecinta satwa berusaha untuk menyelamatkan populasinya dengan cara penangkaran baik eks situ maupun in situ.

Adapun Tata Cara Permohonan Izin Penangkaran adalah sebagai berikut :
(http://bksdadiy.dephut.go.id/halaman/2013/16/Tata_Cara_Permohonan_Izin.html


Tata Cara Permohonan Izin
Permohonan izin Lembaga Konservasi diajukan pemohon kepada Menteri Kehutanan dengan tembusan disampaikan kepada :
  1. Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA),
  2. Bupati/Wali Kota setempat,
  3. Kepala BKSDA setempat.
Permohonan izin dilengkapi dengan lampiran dokumen, yang terdiri dari :

  1. Rekomendasi Bupati/Wali Kota setempat,
  2. Rekomendasi Kepala BKSDA setempat,
  3. Usulan Proyek/Project Proposal,
  4. Berita Acara Persiapan Teknis dari BKSDA setempat,
  5. Hasil Studi Lingkungan,
  6. Surat Izin Tempat Usaha (SITU)/Hinder Ordonantie (HO),
  7. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP),
  8. Akte Pendirian Badan Usaha atau Yayasan, atau Koperasi,
  9. Kartu Tanda Penduduk (Identitas Pemohon).
Terhadap rencana areal Lembaga Konservasi yang meliputi 2 (dua) Kabupaten atau lebih di dalam 1 (satu) Propinsi, maka :
  1. Tembusan permohonan disampaikan kepada Gubernur dan Bupati/Walikota setempat,
  2. Permohonan dilengkapi rekomendasi Gubernur setempat.
Terhadap rencana areal Lambaga Konservasi yang meliputi 2 (dua) Kabupaten atau lebih di dalam 2 (dua) Propinsi, maka :
  1. Tembusan permohonan disampaikan kepada Gubernur dan Bupati/Wali Kota setempat,
  2. Permohonan dilengkapi rekomendasi Gubernur setempat.
Direktur Jenderal PHKA nelakukan penilaian terhadap kelengkapan permohonan izin Lembaga Konservasi. Berdasarkan penilain tersebut, Direktur Jenderal PHKA menyampaikan saran pertimbangan kepada Menteri Kehutanan. Berdasarkan saran pertimbangan Direktur Jenderal PHKA, Menteri Kehutanan dapat menyetujui atau menolak permohonan tersebut.
Dalam hal permohonan izin :
  1. Disetujui, Direktur Jenderal PHKA menyampaikan konsep Keputusan Menteri kepada Menteri Kehutanan, melalui Skretaris Jenderal Departemen Kehutanan untuk dilakukan penelaahan,
  2. Ditolak, Direktur Jenderal PHKA atas nama Menteri Kehutanan menyampaikan surat penolakan.
Apabila berdasarkan telaahan Sekretaris Jenderal Departemen Kehutanan permohonan telah memenuhi persyaratan, Sekretaris Jenderal menyampaikan konsep Keputusan Menteri kepada Menteri Kehutanan. Apabila hasil telaahan Sekretaris Jenderal menyatakan belum memenuhi persyaratan, Sekretaris Jenderal mengembalikan kepada Direktur Jenderal PHKA.
Izin Lembaga Konservasi tumbuhan dan satwa liar diberikan untuk jangka waktu 30 (tiga puluh) tahun, dan dapat diperpanjang berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan oleh Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA). Perpanjangan izin diajukan oleh pemegang izin kepada Menteri Kehutanan selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sebelum jangka waktu izin Lembaga Konservasi berakhir dengan persyaratan dan prosedur yang telah ditetapkan.
Ketentuan SanksiPemegang izin Lembaga Konservasi yang melanggar ketentuan hak dankewajiban serta ketentuan larangan, dapat dikenakan sanksi berupa :
  1. Penghentian sementara pelayanan administrasi,
  2. Denda, dan
  3. Pencabutan izin.
Sanksi penghentian sementara pelayanan administrasi, dikenakan apabila melanggar ketentuan kewajiban butir 1 s/d 12 atau ketentuan larangan butir 6, dan 7.
Sanksi denda, dikenakan apabila melanggar ketentuan kewajiban butir 13, atau atas kelalaiannya menyebabkab kematian satwa, yang pengenaannya dilakukan sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
Sanksi pencabutan izin, dikenakan apabila melanggar ketentuan larangan butir 1, 2, 3, 4 atau 5.Pengenaan sanksi tersebut dilakukan setelah diberikan peringatan tertulis oleh Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) atas nama Menteri Kehutanan sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan jangka waktu masing-masing 30 (tiga puluh) hari. Peringatan tertulis dilakukan berdasarkan evaluasi atau hasil pemeriksaan Tim yang dibentuk oleh Direktur Jenderal PHKA.
Hapusnya Izin Lembaga KonservasiIzin Lembaga Konservasi tumbuhan dan satwa liar menjadi hapus, apabila :
  1. Jangka waktu izin yang diberikan telah berakhir dan tidak diperpanjang,
  2. Diserahkan kembali oleh pemegang izin kepada pemerintah sebelum jangka waktu izin yang diberikan berakhir,
  3. Dicabut oleh Menteri Kehutanan sebagai sanksi pelanggaran.
Dengan hapusnya izin Lambaga Konservasi, jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi yang dikelola, wajib dikembalikan kepada negara. Pengembalian jenis tumbuhan dan satwa dapat dilakukan kepada Lembaga Konservasi yang ada dengan persetujuan Menteri Kehutanan.
Ketentuan PeralihanKebun Binatang, Taman Safari, Taman Satwa, Taman Satwa khusus, Pusat Latihan Satwa Khusus, Pusat Penyelamatan Satwa, Pusat Rehabilitasi Satwa, Museum Zoologi, Kebun Botani, Taman Tumbuhan Khusus, dan Herbarium, yang telah ada sebelum ditetapkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.53/Menhut -II/2006 tanggal 17 Juli 2006 tentang Lembaga Konservasi wajib mendaftarkan sebagai Lembaga Konservasi.
Pendaftaran sebagai Lembaga Konservasi dilakukan paling lama dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah ditetapkannya Peraturan Menteri tersebut.
Permohonan pendaftaran diajukan kepada Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, dilengkapi dengan :
  1. Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Tumbuhan dan Satwa,
  2. Rekomendasi Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) setempat.
Ketentuan tentang Lembaga Konservasi diatur dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.53/Menhut-II/2006 tanggal 17 Juli 2006 tentang Lembaga Konservasi.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar